Kesehatan Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi pemahaman masyarakat mengenai mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat barat. Adapun tahap-tahapan perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:
1. Tahap Demonologi (sebelum abad pertengahan)
Kesehatan mental dikaitkan dengan
kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan
sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentang kekuatan
gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah dan kurang
manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap
penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.
2. Tahap Pengenalan Medis (4 abad SM – abad ke-6 M)
Mulai 4 abad SM muncul tokoh-tokoh
bidang medis (Yunani):
Hipocrates, Hirophilus, Galenus,
Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep biologis
yang penanganannya lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan gangguan biologis
atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan
keras dari aliran yang meyakini adanya roh jahat.
3. Tahap Sakit Mental Dan Revolusi
Kesehatan Mental
Mulai muncul pada abad ke-17:
Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya: Phillipe Pinel. Mengutamakan:
persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental
di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam: pemikiran mengenai penyebab
gangguan mental dan cara penanganan dan upaya penyembuhan. Tokoh-tokoh lain
yang mendukung adalah :
a. William Tuke (abad 18), di
Inggris: perlakuan moral pasien asylum
a. Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika
Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika
b. Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman:
menyusun klasifikasi gangguan mental pertama
c. Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika:
mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan
komunitas perempuan di penjara
d. Clifford Beers (1876-1943), di Amerika:
pengusaha yang mendirikan gerakan kesehatan mental di Amerika.
4. Tahap Pengenalan Faktor PSIKOLOGIS
(Abad ke-20)
Merupakan Revolusi Kesehatan Mental
ke-2: munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori
penanganan penderita gangguan mental secara medis dan psikologis. Tokoh utamanya
adalah Sigmund Freud, yang melakukan: penanganan hipnose, katarsis, asosiasi
bebas, analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi masalah mental individu
dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi
tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).
5. Tahap Multifaktorial
Mulai berkembang setelah Perang Dunia
II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis,
tetapi melibatkan faktor interpersonal, keluarga, masyarakat, dan
hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi
kesehatan mental individu dan masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan
Kesehatan Mental dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found
Itself”), William James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan
penderita gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya,
yaitu:
a. pengembangan perbaikan dalam
perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mental
b. penyebaran informasi yang
mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita gangguan mental
c. mengadakan riset terkait
d. mengembangkan praktik pencegahan
gangguan mental.
Adapun organisasi terkait yang
berkembang, antara lain:
Society for Improvement The
Condition of The Insane (London-1842) dan American Social Hygiene Association
(AS-1900).
KONSEP SEHAT
BERDASARKAN DIMENSI
Sehat dapat dikatakan, sutatu kondisi normal
(baik) secara fisik , emosi (EQ), intelektual (IQ)l, spritual (SQ) dan sosial.
Dari pernyataan diatas sudah bisa didapat tentang dimensi sehat , berikut pemahamannya:
1. Fisik
Dikatakan sehat bila secara fisiologis (fisik)
terlihat normal tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu
apapun.
2. Emosi
2. Emosi
Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari
kestabilan dan kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan perasaan (marah,
sedih atau senang) secara tidak berlebihan. Mampu mendidiplikan diri.
3. Intelektual
Dikatakan sehat secara intelektual yaitu
jika seseorang memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat
realitas. Memilki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil
keputusan.
4. Spiritual
Sementara orang yang sehat secara spiritual
adalah mereka yang memiliki suatu kondisi ketenangan jiwa dengan id mereka
Secara rohani dianggap sehat karena pikirannya jernih tidak melakukan atau
bertindak hal-hal yang diluar batas kewajaran sehingga bisa berpikir rasional.
5. Sosial
Sehat secara sosial dapat dikatakan mereka yang
bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan sekitarnya.mampu
untuk bekerja sama.
Andi teringat pada masa sekolah SMA dulu. Pada waktu itu ayah Andi yang selalu mengambil raport per semester di sekolah Andi yang merupakan sekolah favorit di kota. Karena Andi adalah orang desa dan sangat sulit untuk masuk ke sekolah itu, maka dia pun punya banyak harapan kepada nilai raportnya, agar bisa membuat bangga ayahnya. Akan tetapi, setelah ayah keluar dari balik pintu kelas dan menunjukkan nilai raport Andi yang “me-merah” dia pun langsung lemas dan shock sekali. Lambung Andi seakan diremas-remas, nafasnya pendek-pendek, dan mukanya memerah. Meskipun ayah Andi hanya tersenyum dan mengatakan “tidak apa-apa nak”, akan tetapi selama beberapa hari pikiran itu berkecamuk didalam kepala Andi. Dia merasa mual selama tiga hari dan lambungnya perih tak karuan. Setelah Andi diperiksakan ke dokter, ternyata dia mengalami maag akut.
Dari paparan diatas dapat kita simpulkan bahwa memang kesehatan fisik dan jiwa saling mempengaruhi satu sama lainnya. Fisik yang kurang sehat dapat mempengaruhi kondisi emosional dan perilaku (kejiwaan) sehingga menjadi menurun atau tidak adaptif. Sebaliknya, kondisi emosional yang menurun atau tertekan dapat mempengaruhi kondisi fisik baik secara akut (dalam bentuk psikosomatis), dalam bentuk kronis (pada beberapa jenis gangguan somatoform) ataupun mewujud dalam bentuk memperparah kondisi fisik atau organ yang lemah (jantung, darah tinggi dll).
Juga disebutkan pada beberapa jurnal psikologi dan kesehatan, bahwa emosi negative ( seperti marah, benci, sedih, dan kecewa) dapat mempengaruhi imunitas tubuh yang selanjutnya dapat mempermudah penyakit menjangkit kedalam tubuh. Dan juga sebaliknya bahwa emosi positif (optimis, suka cita, bahagia, humor) dapat meningkatkan imunitas tubuh secara signifikan.
Oleh karena itu jika ada pertanyaan ada pertanyaan apakah “didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”, dapat kita jawab dengan jawaban “benar”. Karena orang yang memiliki jiwa yang kuat dapat menciptakan tubuh yang sehat, dan orang yang mempunyai tubuh yang sehat dapat memelihara jiwanya yang kuat.
Referensi :
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2013/01/17/mens-sana-in-corporisano-apakah-hanya-sebuah-mitos-526186.html
http://eprints.undip.ac.id/38840/1/KESEHATAN_MENTAL.pdf
Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.
BalasHapus